Temuan penelitian terbaru yang dipublikasikan di Nutrients menemukan bahwa kopi merupakan sumber utama kafein pada ibu hamil. Konsumsi susu-cokelat juga meningkat selama kehamilan––yang meningkatkan risiko penurunan berat badan dan profil lipid. Selanjutnya, asupan kafein yang lebih tinggi selama kehamilan berkorelasi dengan kelanjutan kebiasaan yang merusak – seperti merokok, pola makan yang tidak diatur, dan aktivitas fisik yang minimal.
Studi: Asupan Kafein selama Kehamilan, dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketidakpatuhan terhadap Rekomendasi: Studi Kohort. Kredit Gambar: Gorloff-KV/Shutterstock
Latar belakang
Kafein adalah senyawa psikoaktif yang ditemukan dalam kopi, teh, cokelat panas, soda, dan minuman berenergi. Kafein merangsang sistem saraf pusat (SSP) dan dapat membantu menangkal kelelahan dan meningkatkan fokus dan konsentrasi.
Kafein dapat dengan bebas melewati plasenta dan dimetabolisme oleh hati (maternal). Hati dan plasenta janin, bagaimanapun, kekurangan enzim sitokrom P450 (CYP1A2) dan karenanya tidak dapat memproses kafein. Oleh karena itu, rekomendasi menyarankan ibu hamil mengkonsumsi tidak lebih dari 200 mg kafein per hari, karena hubungan antara asupan kafein ibu dan bayi lahir mati, berat badan lahir rendah, dan bayi kelebihan berat badan atau obesitas.
Data yang memadai mengenai konsumsi kafein selama kehamilan dan perilaku seperti kelanjutan kebiasaan buruk masih kurang. Selama kehamilan, merokok berkorelasi dengan ketidakpatuhan terhadap pedoman asupan kafein. Namun, hubungan antara konsumsi kafein prenatal, kualitas pola makan ibu, dan faktor gaya hidup lainnya, seperti aktivitas fisik atau insomnia, belum dapat dipastikan.
Dalam penelitian ini, konsumsi kafein dinilai sebelum dan selama kehamilan, serta fluktuasi asupan kafein dan variabel yang terkait dengan ketidakpatuhan terhadap rekomendasi asupan kafein selama kehamilan.
Tentang penelitian
Studi kohort prospektif ini menilai faktor gaya hidup seperti asupan kafein, merokok, insomnia, aktivitas fisik, dan kepatuhan terhadap Diet Mediterania (AMD). Di sini, para peneliti mempelajari konsumsi kafein dan parameter serta parameter yang terkait dengan ketidakpatuhan terhadap pedoman asupan kafein pada wanita hamil dan tidak hamil.
Dalam penelitian ini, 463 wanita hamil menjalani kuesioner standar yang menilai asupan kafein dan variabel yang terkait dengan ketidakpatuhan terhadap rekomendasi asupan kafein. Kuesioner diselesaikan sebelum (T0) dan selama setiap trimester (T1, T2, dan T3).
Asupan kafein dievaluasi sebelum kehamilan (tiga bulan sebelum hamil), di T1, T2, dan T3. Jenis minuman pilihan yang mengandung kafein (kopi, teh, minuman cola, dan minuman berenergi) dan susu serta cokelat hitam ditentukan. Regresi logistik berganda digunakan untuk menentukan variabel yang terkait dengan ketidakpatuhan terhadap pedoman kafein selama setiap trimester kehamilan.
Temuan
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi konsumsi kafein selama kehamilan lebih rendah dibandingkan statistik pra-kehamilan. Namun, kecenderungan itu tampak meningkat sepanjang kehamilan. Sedangkan kafein (diukur dalam mg) yang dikonsumsi lebih tinggi sebelum hamil dan cenderung berkurang selama kehamilan.
Di antara kelompok penelitian, enam dari seratus wanita mengonsumsi lebih banyak kafein daripada yang direkomendasikan pada awal kehamilan. Sedangkan tingkat konsumsi susu coklat sebelum hamil (T1, T2, dan T3) paling tinggi. Asupan susu-coklat meningkat pada T2 dan T3 dibandingkan sebelum hamil; pada T1 dan T2, asupan kopi tanpa kafein memiliki prevalensi yang sama dengan minuman cola, yang juga sebanding dengan T3.
Semua sumber data yang dianalisis menunjukkan penurunan prevalensi asupan di T1. Namun, pada T2 dan T3, konsumsi cokelat susu dan kopi tanpa kafein meningkat paling tinggi dibandingkan dengan T1. Secara keseluruhan, konsumsi kopi, minuman cola, cokelat susu, dan kopi tanpa kafein memberikan kontribusi paling besar terhadap asupan kafein harian sebelum dan selama kehamilan.
Asupan kafein (median, rentang interkuartil) adalah 100 mg/hari (181,1) pada T0, 9,42 mg/hari (66,2) pada trimester pertama, 12,5 mg/hari (65,6) pada trimester kedua, dan 14,0 mg/hari (61,1 ) pada trimester ketiga. Sebagai catatan, konsumsi kafein lebih tinggi di kalangan perokok sebelum dan selama kehamilan. Prevalensi ketidakpatuhan terhadap rekomendasi kafein terkait kehamilan adalah 6,2% pada T1; 4,2% pada T2; dan 2,7% di T3.
Selanjutnya, wanita yang melakukan aktivitas fisik sedang juga mengikuti diet Mediterania dan mengonsumsi lebih sedikit miligram kafein per hari selama trimester pertama kehamilan.
Karena penelitian dilakukan setelah wanita tersebut hamil, terdapat beberapa keterbatasan, termasuk kemungkinan bias ingatan. Selain itu, obat-obatan dan suplemen diet tidak dipertimbangkan saat mengukur kafein; minuman berkafein dan makanan ringan adalah satu-satunya item yang dipertimbangkan.
Selama trimester 1, hanya 6,2% wanita dalam kohort ini yang mengonsumsi lebih dari 200 mg kafein, dan proporsi ini menurun seiring bertambahnya usia kehamilan.
Kesimpulan
Hasilnya menggambarkan bahwa asupan kafein yang tinggi selama kehamilan dan kepatuhan yang lebih rendah terhadap rekomendasi asupan kafein dikaitkan dengan merokok, ketidakpatuhan terhadap diet sehat, dan aktivitas fisik sedang. Oleh karena itu, pedoman dan kebijakan pendidikan gizi dan gaya hidup bagi ibu hamil menjadi sangat penting.