Bayangkan ini: Seorang siswa bekerja dengan rajin di kelas, memahami dan terlibat dengan materi—tetapi tidak mengumpulkan tugas. Dasar pemikiran siswa: “Saya tidak akan pernah bisa mengatur waktu dengan baik.”
Ini adalah kisah yang pernah didengar oleh para pendidik—para siswa mengungkapkan bahwa mereka mandek atau terperangkap dalam pola pikir yang kaku. David Woods, profesor madya di departemen komputer dan teknologi informasi di Universitas Miami di Ohio, ingin mengubah siswanya dari “Saya tidak bisa” menjadi “Saya sedang mencoba”, atau pola pikir berkembang.
Solusinya: menerapkan tujuan SMART ke dalam kurikulumnya.
Apa itu SMART? Sasaran SMART berfungsi sebagai pendorong menuju pencapaian yang lebih besar dan memiliki lima komponen.
Tujuan harus spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan dan berbasis waktu. Contoh buruk dari tujuan SMART yang akan dilihat Woods adalah “Tujuan saya adalah mendapatkan nilai A di kelas,” yang mungkin benar, tetapi tidak memungkinkan untuk pengukuran atau pemeriksaan sebelum nilai kursus diberikan. Sebaliknya, Woods mendorong tujuan seperti “Saya akan memeriksa sistem manajemen pembelajaran dua kali seminggu.”
Studi: Siswa Bereaksi Menguntungkan terhadap Aktivitas SMART
Woods dan empat rekan profesornya menerbitkan sebuah studi pada Agustus 2021 untuk memahami persepsi siswa dalam menerapkan tujuan SMART ke dalam kelas.
Lima anggota fakultas menambahkan latihan penetapan tujuan, perencanaan, dan refleksi ke kursus teknologi informasi mereka pada musim gugur 2019 dan musim semi 2020. Di akhir semester, siswa berpartisipasi dalam survei sukarela yang mengukur nilai, upaya, dan kesenangan dalam menetapkan tujuan SMART. Studi tersebut menyimpulkan bahwa, secara umum, siswa melihat nilai tambah dari kegiatan tersebut, belajar tentang penetapan tujuan dan menikmatinya, tetapi ada upaya nyata untuk berpartisipasi.
Caranya: Woods memperkenalkan tujuan SMART di kelas pertamanya semester ini dan meminta siswa untuk menulis dua paragraf, pertama mengidentifikasi area masalah dalam kebiasaan masa lalu mereka dan kemudian membuat tujuan SMART. Para siswa memberikan pembaruan setiap tiga hingga empat minggu selama kursus, menyesuaikan tujuan mereka sesuai kebutuhan.
Tugas masing-masing bernilai 10 poin, sedikit lebih dari 1 persen dari keseluruhan poin kursus yang tersedia, tetapi Woods menilainya berdasarkan kedalaman respons dan jika siswa membuat model tujuan SMART dengan benar. Dia juga mengizinkan siswa untuk mengirimkan kembali tugas dan mendapatkan kembali poin mereka, jika diinginkan.
“Saya tidak peduli apa tujuan mereka atau apakah mereka mencapainya,” kata Woods, namun dia berfokus pada keterampilan membangun kebiasaan siswa. “Menilai ini bukan tentang ‘Anda salah’—ini ‘Bagus, Anda mencoba, izinkan saya memberi Anda beberapa tip untuk membantu.’”
Tanggapannya: Woods telah menggunakan tujuan SMART di kelasnya selama tiga tahun terakhir, dan umumnya siswa menunjukkan pola pikir berkembang dan membuat kemajuan yang baik menuju tujuan mereka, katanya.
Sebagian besar siswa memilih tujuan yang berkaitan dengan manajemen waktu, perawatan diri, atau keterampilan belajar, kata Woods.
Beberapa siswa sangat rajin dengan tujuan mereka. Woods mengenang seorang siswa introvert yang menetapkan tujuan untuk menambahkan dua kontribusi yang berarti ke dalam diskusi kelas setiap periode. Selama pembaruan bulanan, siswa memberikan spreadsheet dengan catatan setiap komentar yang dibuat selama kelas dan evaluasi penilaian sendiri atas kontribusinya.
Woods mengatakan dia tidak mencari tingkat detail itu, tetapi siswa biasanya memberikan halaman tanggapan dalam pembaruan tujuan SMART mereka.
“Terkadang tugas dalam kursus, saya tidak menunggu untuk dinilai, tetapi yang ini saya nantikan,” kata Woods. “Ini memberi saya energi kembali.”
Bonus tambahan: menggunakan sasaran SMART telah menguntungkan Woods dan kelasnya di luar target siswa keterampilan. Latihan tersebut telah menciptakan hubungan yang lebih dalam antara Woods dan murid-muridnya, khususnya dalam kursus online-nya yang asinkron.
Di kelas tatap muka, Woods juga membuat tujuan SMART untuk dirinya sendiri dan berbagi pembaruan dengan murid-muridnya.
Pertimbangkan untuk membagikan kiat sukses akademik Anda sendiri, seperti cara mengajar, menyusun kursus, atau bekerja dengan siswa. Berkontribusi di sini.